Selasa, 23 April 2013

"AYAH, AKU LAPAR ..."

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...

Tubuh kecil itu tergeletak tak berdaya di atas tumpukan koran. Rambut hitam dilapisi debu tebal. Sebentuk tulang menonjol pada wajah hitam kusam. Mulut terkatup rapat, kering dan pecah.

Sesekali kelopak matanya terbuka – hitam di atas kuning – melihat pria yang bernasib sama dengannya. Hanya tinggal tulang berbalut selembar kulit tipis. Lambung yang terus meronta – ronta membentuk sebuah cekungan pada tubuh kecil itu.

Hampir sejam dalam diam. Mulut itu terbuka, lirih disertai hembusan nafas, sebentuk pernyataan terucap, “Ayah, aku lapar…”

Pria yang dipanggil Ayah itu, menyandarkan punggung yang telanjang. Ruas – ruas tulang rusuk dan tulang selangka terlihat jelas. Kakinya yang kurus panjang diselonjorkan. Hembusan nafasnya satu – satu dan berat. Mata itu tak pernah lepas pada tubuh kecil yang tergeletak tak berdaya di atas tumpukan koran.

Seminggu sudah, tak ada uang, tak ada makanan. Untuk melangkahkan kaki berkunjung dari satu orang dermawan ke orang dermawan lain pun kelihatannya tak sanggup dilakukan.

“Lapar …”

Pria itu berusaha berdiri, kedua kakinya sedikit bergetar begitu juga tangannya saat menjangkau kemeja kotak – kotak lusuh yang tergantung pada salah satu paku yang tertancap pada balok kayu.

Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, pria itu meraih tubuh kecil itu, dan meletakkan di punggungnya.

“Ayo kita cari makanan”

----

Tubuh kecil didudukkan di samping tong sampah, matanya sedikit berbinar. Ada secercah harapan di sana. Pria itu mulai mengorek – ngorek isi tong sampah.

Matanya liar mencari – cari sesuatu yang bisa dimakan. Bibir hitam itu membentuk senyum saat mendapati kotak merah bergambar seorang pria tua berkacamata dengan senyum lebar. Beberapa potong tulang dengan sedikit daging yang melekat padanya.

“Lihat, kita dapat makanan! Kau bisa mengunyahnya, tak begitu keras…”

Anak kecil itu langsung merampas pemberian pria itu, gigi gerahamnya langsung bekerja menggilas tulang belulang.

Kembali lagi pria itu mengorek – ngorek tong sampah. Tangannya cepat memilah – milah sampah. Mana yang layak dan tidak layak dimakan. Houla! Sebungkus nasi! Pria itu membauinya, hidungnya berkerut, dicium lagi, keningnya berkerut. Dimasukkan sesuap nasi itu kedalam mulutnya. Di kecapnya perlahan.

“ini kau makan juga, masih bagus!”

Tangan kecil menerima pemberian pria itu, sesuap nasi dicampur tulang belulang memenuhi mulut kecilnya. Pria itu kembali mencari – cari makanan pada tong sampah yang sama.

Tak disadarinya kehadiran 3 anjing liar yang mengincar tulang belulang yang tengah dinikmati anak kecil itu. Ditarik makanan itu mendekat kepadanya, mata anak kecil itu membalas tatapan ke – 3 anjing liar yang sedari tadi menatap tajam. Taring yang runcing, air liur menetes – netes membuat anak kecil itu sedikit ketakutan.

“Ayah …?”

Pria yang dipanggil Ayah itu menggapai – gapai lebih dalam lagi tong sampah itu, dan … Houla! Lagi, pria tua berkacamata dengan senyum lebarnya memberikan mereka tambahan untuk mengisi perut.

“Ayah!”

Pria itu menoleh, pandangannya bertemu dengan 3 anjing liar itu. Tak ada gertakan atau lemparan untuk mengusir anjing liar itu. Pria itu melemparkan beberapa tulang belulang yang baru saja didapatnya kepada anjing itu.

Pria dan anak kecil itu duduk berhadapan menikmati santap malam mereka bersama 3 anjing liar.
SUMBER : kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us

Artikel Favorit...